Mampir di Kampung Mati Ponorogo

Mampir di Kampung Mati Ponorogo

Charolin Pebrianti - detikNews
Kamis, 04 Mar 2021 11:40 WIB
Kawasan Sumbulan, Dusun Krajan Satu, Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan disebut sebagai kampung mati. Pasalnya, tidak ada warga yang tinggal di sini meski ada beberapa rumah dan masjid.
Rumah di kampung mati di Ponorogo/Foto: Charolin Pebrianti/detikcom
Ponorogo -

Kawasan Sumbulan, Dusun Krajan Satu, Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan disebut sebagai kampung mati. Pasalnya, tidak ada warga yang tinggal di sini meski ada beberapa rumah dan masjid.

Berada di ujung barat desa, Sumbulan termasuk kawasan terpencil karena berada di tengah area persawahan. Jika ingin lewat jalur alternatif ada jembatan sesek bambu yang membelah sungai curam.

Kawasan Sumbulan, Dusun Krajan Satu, Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan disebut sebagai kampung mati. Pasalnya, tidak ada warga yang tinggal di sini meski ada beberapa rumah dan masjid.Kampung mati di Ponorogo/ Foto: Charolin Pebrianti/detikcom

Saat detikcom menuju lokasi, aksesnya terbilang tidak terawat. Hanya jalan bebatuan dan tanah. Habis hujan biasanya jalan jadi licin. Namun bisa dilalui roda empat.

Kawasan Sumbulan berada sekitar 10 kilometer ke arah timur dari Alun-alun Ponorogo. Masih terdapat empat rumah, satu masjid dan satu pemakaman kuno di Sumbulan.

Salah seorang warga asal Sumbulan, Tohari menjelaskan, setiap zuhur dia menyempatkan diri salat di Masjid Sumbulan. "Saya memang asli sini, salat di sini karena ingin membersihkan masjid sekaligus lihat rumah prabon (rumah peninggalan orang tua)," kata Tohari kepada wartawan, Kamis (4/3/2021).

Menurutnya, penghuni terakhir Kawasan Sumbulan adalah adik kandungnya, Mustofa. Sejak tahun 2016 adiknya memilih pindah ke Tegalsari, Jetis.

"Kebanyakan pindah karena ikut pasangan, entah suami atau istrinya tidak betah di sini. Milih tinggal di tempat yang ramai," jelas Tohari.

Tohari sendiri memilih pindah dari Sumbulan sejak tahun 1983 dan tinggal di Singosaren bersama istri dan anaknya.

"Di sini sepi jauh dari permukiman, akhirnya memilih tempat yang lebih ramai, aksesnya lebih mudah," ujar Tohari.

Namun tiap kali perayaan Idul Fitri maupun Idul Adha, Sumbulan selalu ramai dikunjungi warga asli. Mereka lebih memilih merayakan hari besar di kampung mati sembari mengingat masa kecil.