Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbedaan Solo, Surakarta, Kartasura, dan Solo Baru, Ini Sejarahnya

Kompas.com - 18/10/2022, 14:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Solo, Surakarta, Kartasura, dan Solo Baru apa bedanya? 

Pertanyaan ini mungkin terlintas saat Anda sedang berada di Kota Bengawan. Sebab Anda akan mendengar dan melihat tulisan nama wilayah tersebut. 

Hal itu seperti yang diunggah oleh akun TikTok @uinsolostory.

“Cah2 Solo Raya Tulung jelasno Bedone Solo ro Surakarta I opo? (Warga Solo raya tolong jelaskan apa bedanya Solo dan Surakarrta)” tulis akun tersebut.

“Kalau Solo Baru apa bedanya mas?” tanya salah satu akun.

Hingga Senin (17/10/2022) unggahan tersebut telah dilihat lebih dari 429.000 kali, dan disukai lebih dari 18.000 pengguna.

@uinsolostory Membalas @nasrullahizzudin92 tulung jelasno ng komen lur #fyp #surakarta #solo #uinrmsaid #uinrmsaidsurakarta ? suara asli - ???????????????????????????????????????? - Tik Toker

Lantas, sebenarnya apa perbedaan Solo, Surakarta, Kartasura, dan Solo Baru serta sejarahnya?

Baca juga: Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, Siasat Licik VOC Memecah Mataram

Perbedaan Solo, Surakarta, dan Kartasura

Ilustrasi Monumen Patung Slamet Riyadi di Jalan Slamet Riyadi, Kota Solo.SHUTTERSTOCK/LANO LAN Ilustrasi Monumen Patung Slamet Riyadi di Jalan Slamet Riyadi, Kota Solo.

Kota Surakarta kerap disebut dengan nama Kota Solo oleh sebagian masyarakat.

Bahkan, ada sejumlah masyarakat yang mengira bahwa dua kota tersebut merupakan wilayah yang berbeda.

Dikutip dari laman Pemerintah Kota Surakarta, Solo merupakan penyebutan nama populer atau nama branding untuk Kota Surakarta.

Sedangkan Surakarta merupakan nama resmi administratif untuk Kota Solo. Dengan demikian Solo maupun Surakarta memiliki arti yang sama.

Meski demikian, masing-masing nama ini memiliki sejarahnya. Nama Solo berasal dari nama sebuah desa “Sala”.

Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Warto mengatakan, Sala dulunya merupakan desa perdikan yang dipimpin oleh seorang kiai bernama Ki Gede Sala atau disebut dengan Kiai Sala.

Saat zaman penjajahan, orang-orang Belanda kesulitan untuk melafalkan Sala dengan huruf “a” sehingga kemudian mengubahnya menjadi huruf “o” sehingga pelafalannya menjadi Solo dan bukan Sala.

“Dengan huruf ‘a’. Ingat huruf Jawa ‘o’ dan ‘a’ punya perbedaan yang sangat penting. Kalau Sala ditulis dengan huruf Jawa nglegena atau telanjang. Kalau di-taling-tarung jadi ‘o’ makanya So–lo gitu. Alasan Sala jadi Solo karena orang Belanda susah ngomong Sala,” kata Prof. Warto dilansir dari laman resmi UNS, pada Minggu (17/10/2021).

Keraton Surakarta HadiningratSHUTTERSTOCK Keraton Surakarta Hadiningrat

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Geger Pecinan 9 Oktober 1740, Pembunuhan Massal Etnis Tionghoa di Batavia oleh VOC, 10.000 Orang Tewas

 

Sejarah Desa Solo

Desa Solo awalnya merupakan desa perdikan dan kemudian berubah menjadi pusat kerajaan dengan berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat.

Pemilihan Desa Solo sebagai lokasi baru keraton didasarkan pada pertimbangan Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, dan J.A.B. van Hohendorff usai Keraton Kartasura hancur akibat Geger Pecinan.

Dalam sejarahnya, Geger Pecinan terjadi akibat pemberontakan pada tahun 1740 yang berhasil menghancurkan Keraton Kartasura.

Walaupun Keraton Kartasura berhasil direbut kembali, namun Pakubuwana II yang kala itu masih berkuasa menganggap lokasi keraton sudah kehilangan 'kesuciannya' dan berinisiatif memindahkannya ke lokasi yang baru.

Pada akhirnya Pakubuwono II memerintahkan pemindahan keraton dari Kartasura ke Desa Sala.

Pertimbangannya, karena posisi Desa Sala dekat dengan Sungai Bengawan Solo. Akhirnya, terpilihlah Desa Solo sebagai lokasi baru Keraton Surakarta.

“Itu nama yang punya sejarah panjang. Jadi, Kota Solo yang sekarang kita kenal itu kan awalnya dari sebuah perpindahan kerajaan dari Kartosuro ke Surakarta tahun 1745,” katanya menjelaskan.

Baca juga: Perjanjian Jatisari 15 Februari 1755, Awal Mula Beda Budaya Surakarta dan Yogyakarta

Surakarta

Seiring perjalanan waktu, kemudian Surakarta yang merupakan nama dari sebuah keraton ditetapkan menjadi nama resmi kota administratif.

Sehingga untuk nama resmi, penulisan yang benar adalah Kota Surakarta. Sedangkan, nama Solo atau Sala adalah penyebutan populer atau yang umum di masyarakat.

“Perbedaan istilah nggak mengubah substansi, ya tetap sama,” jelas Prof. Warto.

Dikutip dari Kompas.com, 30 Mei 2019, nama Surakarta dipilih oleh pihak keraton, karena merupakan akar kata dari Kartasura.

Nama Kartasura sebelumnya merupakan harapan dari Raja Mataram terdahulu agar bisa beribukota di Karta yang berarti tenteram.

Sedangkan Surakarta Hadiningrat artinya harapan akan terciptanya negara yang tata tenteram karta raharja (teratur, tertib, aman, dan damai).

Serta diharapkan kerajaan ini memiliki tekad dan keberanian menghadapi segala rintangan yang menghadang untuk mewujudkan dunia yang indah (Hadiningrat).

Kata Karta dimunculkan kembali untuk wujud permohonan berkah para leluhur terdahulu yang mendirikan kerajaan Mataram.

Baca juga: Sejarah Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757: Tanah Mataram Terbagi Jadi 3 Kekuasaan

 

Lalu, apa bedanya Solo dengan Solo Baru?

Kawasan Simpang Empat Patung Pandawa, Solo Baru, SukoharjoTribunnews/Agil Tri Kawasan Simpang Empat Patung Pandawa, Solo Baru, Sukoharjo

Jika Solo dan Surakarta merupakan satu wilayah yang sama, berbeda halnya dengan Solo Baru.

Solo Baru merupakan nama dari sebuah daerah yang terletak di Kabupaten Sukoharjo.

Menurut website Kota Surakarta, awalnya nama yang dipilih untuk wilayah tersebut bukanlah Solo Baru, tetapi Grogol Indah, Grogol Permai, Sukoharjo Indah dan Sukoharjo Permai.

Namun kemudian ketika diputuskan, dipilihlah nama Solo Baru untuk wilayah tersebut.

Solo Baru juga dikenal sebagai kawasan bisnis dan pemukiman modern Kabupaten Sukoharjo.

Hal itu karena di Solo Baru banyak terdapat ruko-ruko dan pusat perbelanjaan seperti mall dan tempat hiburan.

Solo Baru sendiri masuk di wilayah Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Tempat ini berbatasan langsung dengan Kota Solo.

Ditandai dengan adanya gapura perbatasan antara Kota Solo dengan Solo Baru yang terletak di dekat anak Sungai Bengawan Solo, yang juga menjadi batas alam antara Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo.

Selain itu juga terdapat patung Ir. Soekarno yang menjadi patokan perbatasan antara Kota Solo dan Solo Baru. Patung yang terletak di daerah Tanjung Anom itu sendiri sudah menjadi landmark perbatasan dari dua wilayah ini.

Nah, itu lah penjelasan perbedaan antara Solo, Surakarta, Kartasura, dan Solo Baru. Kapan berkunjung ke Solo atau Surakarta?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Irak untuk Memperebutkan Peringkat Ketiga? Simak Jadwalnya

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Irak untuk Memperebutkan Peringkat Ketiga? Simak Jadwalnya

Tren
Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa 'Kerja' untuk Bayar Kerugian

Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa "Kerja" untuk Bayar Kerugian

Tren
Imbas Gunung Ruang Kembali Erupsi, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup Sementara hingga Besok

Imbas Gunung Ruang Kembali Erupsi, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup Sementara hingga Besok

Tren
4 Keputusan Wasit Shen Yinhao yang Dianggap Merugikan Timnas di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

4 Keputusan Wasit Shen Yinhao yang Dianggap Merugikan Timnas di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Kronologi Kecelakaan Motor Harley-Davidson di Probolinggo, Dokter dan Istrinya Jadi Korban

Kronologi Kecelakaan Motor Harley-Davidson di Probolinggo, Dokter dan Istrinya Jadi Korban

Tren
Ramai soal Setop Imunisasi Anak, Apa Dampaknya pada Tubuh Si Kecil?

Ramai soal Setop Imunisasi Anak, Apa Dampaknya pada Tubuh Si Kecil?

Tren
Analogi Shin Tae Yong dan Wibisana

Analogi Shin Tae Yong dan Wibisana

Tren
Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke Olimpiade Paris 2024, Ini Skenarionya

Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke Olimpiade Paris 2024, Ini Skenarionya

Tren
Indonesia Mulai Memasuki Musim Kemarau, Kapan Puncaknya?

Indonesia Mulai Memasuki Musim Kemarau, Kapan Puncaknya?

Tren
Ilmuwan Pecahkan Misteri 'Kutukan Firaun' yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Ilmuwan Pecahkan Misteri "Kutukan Firaun" yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Tren
3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Tren
Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Tren
Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com